Selasa, 28 Februari 2017

Sabana Takah sabana Tageh sabana Tokoh......tapi di Jawa Barat

0 komentar

Kinerja Pemprov Jabar Terbaik di Tanah Air



Kinerja Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jabar kian cemerlang di mata nasional. Karena prestasi itu, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) memasukan Pemprov Jabar ke dalam jajaran pemerintahan daerah dengan kinerja tertinggi secara nasional.

Tak heran jika penghargaan Parasamya Purnakarya Nugraha dari Kemendagri tinggal di depan mata. Pemerintah pusat melihat prestasi Pemprov Jabar setelah dilapori tiga inovasi besar yang dijalankan oleh Gubernur Jabar H Ahmad Heryawan dan wakilnya H Deddy Mizwar bersama jajaran Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Provinsi Jabar.
Laporan inovasi itu disampaikan Aher, panggilan akrab Ahmad Heryawan, kepada Tim Direktorat Jenderal Otonomi Daerah (Ditjen Otda) Kemendagri, belum lama ini. Menurut Aher, yang disampaikan ke Ditjen Otda Kemendagri adalah best practice (ide, gagasan, atau inovasi). Ketiga inovasi itu, yakni e-Samsat, Sistem Perizinan dan Pelayanan Terpadu dan program Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) yang berbasis kinerja.
Minimalnya selama setahun ini, ketiga inovasi itu telah membuahkan hasil berupa peningkatan pelayanan publik yang signifikan. Kata dia, ketiga inovasi itu memiliki keunggulan dan kemudahan untuk masyarakat. Pertama soal e-Samsat, sambung aher, tentu memiliki keunggulan berupa kemudahan masyarakat dalam membayar pajak kendaraan bermotor dimana dan kapan saja.
Pembayaran bisa dilakukan melalui ATM bank yang sudah kerja sama dengan Badan Pendapatan Daerah (Bapenda). Di antaranya Bank BJB, Bank BRI, Bank BNI, Bank BCA, dan Bank CIMB Niaga. Pemprov Jabar pun sengaja menyediakan informasi lengkap melalui http://bapenda.jabarprov.go.id/e-samsat-jabar/.
Inovasi kedua, yakni Sistem Perizinan dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu yang dikreasi oleh Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Jabar. Sistem ini tertuang dalam

Sistem Informasi Pelayanan Terpadu Untuk Publik (Simpatik). Proses perizinan bisa dilakukan secara cepat, mudah, murah, dan tidak ada tatap muka. Informasi lengkap terkait PTSP bisa didapat melalui http://dpmptsp.jabarprov.go.id/.
Aplikasi PTSP Jabar telah diadopsi oleh 17 provinsi, tiga di antaranya adalah Provinsi Sumatera Utara dengan nama Simpel Paten, Provinsi Bengkulu dengan nama Sipanse dan Provinsi Nusa Tenggara Timur dengan nama Spesial. Sementara inovasi ketiga, yaitu Sasaran Kinerja Pegawai (SKP) online Jabar. Sistem ini berupa aplikasi manajemen kepegawaian secara online sehingga bisa terpantau kinerja seluruh pegawai.
Hasil kinerja aparatur sipil negara (ASN) itulah yang kemudian berbuah TPP bagi pegawai. Program TPP telah berlaku sejak 2009. Besaran anggaran negara yang diberikan untuk belanja pegawai tergantung tergantung dari kinerja dan loyalitasnya. Program ini berhasil menghapus biaya honor. Untuk informasi lengkap terkait SKP online bisa dilihat di https://skp.jabarprov.go.id/.
Ketiga inovasi itulah yang dianggap sebagai sistem terbaik oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam pencegahan korupsi. Atas ketiga inovasi itu, Kemendagri mengapresiasi dan akan menjadi bagian dari penilaian dalam rangka Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (LPPD).
Seusai mendengarkan laporan terkait tiga inovasi besar Provinsi Jabar, Kasubdit Pengembangan Kapasitas Pemerintahan Daerah Ditjen Otda Kemendagri Gensly langsung menyampaikan apresiasi. Inovasi tersebut akan menjadi peluang bagi Jabar dalam meraih penghargaan Parasamya Purnakarya Nugraha.

Kata dia, dari hasil evaluasi kinerja penyelenggaraan pemerintahan, Provinsi Jabar masuk peringkat tertinggi. Karena itu, pihaknya terpanggil untuk mengetahui pemicu terjadinya peningkatan penyelenggaraan pemerintahan tersebut. Ternyata, Pemprov Jabar telah merealisasikan best practice secara maksimal.

Sumber berita
read more

Senin, 27 Februari 2017

Ndeh ba a Ko, Penduduk miskin bertambah

0 komentar
Pemda Dinilai Gagal Ciptakan Lapangan Kerja



PADANG (HK)- – Angka kemiskinan di Sumbar naik drastis pada periode Maret-September 2016. Periode September 2016 penduduk miskin Sumbar mencapai 376.510 jiwa. Naik 4.955 jiwa dibandingkan Maret di tahun yang sama. Sejumlah pengamat menilai, hal itu disebabkan kegagalan pemerintah provinsi serta kabupaten/kota menciptakan lapangan kerja. Belum lagi soal penyerapan APBD yang belum optimal serta program peningkatan ekonomi yang hanya bertumpu pada APBD.
Anggota Komisi III DPRD Sumbar, Muhammad Nurnas, beberapa waktu lalu mengatakan bahwa angka kemiskinan sangat erat dengan ketersediaan lapangan kerja dan kondisi pertumbuhan ekonomi Sumbar. Untuk hal ini pertumbuhan ekonomi Sumbar di 2016 hanya berada di angka 5,3 persen.

Nurnas juga menyayangkan dalam mendorong peningkatan ekonomi, selama ini pemprov masih bertumpu pada anggaran daerah. Hal ini juga diperparah dengan tidak terserapnya anggaran secara optimal.

"Pada APBD 2016 dengan total Rp4,2 triliun, penyerapan hanya berada pada 92 persen. Ini juga berdampak pada serapan tenaga kerja," ujarnya.
Menurut hemat Nurnas, provinsi mestinya juga tak bertopang pada belanja daerah atau APBD dalam meningkatkan perekonomian. Ini karena, saat terjadi pemangkasan anggaran oleh pusat, hal ini juga akan membuat perekonomian jadi lemah. “Untuk itu perlu langkah strategis untuk menciptakan model-model pemasukan baru yang bisa mengangkat perekonomian masyarakat,” jelas Nurnas.

Sementara itu Pengamat Sosial dari Universitas Negeri Padang (UNP), Erianjoni mengkhawatirkan kenaikan jumlah penduduk miskin itu akan berdampak sosiologis pada tingginya angka perceraian, angka kriminalitas, dan angka kejahatan seksual.

“Karena muara dari masalah tersebut adalah variabel ekonomi. Artinya pemerintah perlu memperbaiki platform ekonomi dan arahan kebijakan pro kerakyatan dalam ekonomi,” kata Dosen Jurusan Sosiologi UNP ini.

Menilik pada data BPS (Badan Pusat Statistik) dalam kasus tingginya angka kemiskinan di Sumbar ini jelaslah bahwa kemiskinan Sumbar memang adalah kemiskinan struktural. Dimana penyebabnya karena kenaikan sejumlah harga dan tarif seperti, harga BBM (Bahan Bakar Minyak), TDL (Tarif Dasar Listrik) dan kegagalan pemerintah menekan harga seperti kebutuhan pokok sehingga angka inflasi menjadi tinggi.

Kemiskinan di Sumbar adalah dampak sosial dari kebijakan ekonomi makro pemerintah pusat. “Selain itu secara sosiologis masyarakat kita semakin konsumtif pada level kelas menengah ke atas. Dan kesenjangan sosial yg makin tajam antara masyarakat kelas atas dengan kelas bawah semakin tajam,” paparnya.

“Sementara apakah kenaikan ini wajar atau tidak. Ya wajar selama pemerintah gagal dalam memenej dan mengendalikan aktivitas ekonomi. Saya rasa itu jawaban yg sangat kualitatif tanpa berangkat dari indikator wajar itu seperti apa?” katanya.

Lanjut Erianjoni, perlu diselidiki bagaimana kebijakan ekonomi Pemerintah Sumbar untuk antisipasi "Sadio payuang sabalun hujan. Bukan dima tumbuah disiangi. Artinya perlu evaluasi,” katanya. Ia juga menilai, kalau memang gejala ini terjadi kecenderungan secara nasional baru bisa dikatakan wajar. ”Tetapi hanya terjadi di Sumbar itu perlu dipertanyakan,” ungkapnya.

Sementara itu Pengamat Ekonomi Universitas Andalas (Unand), Prof. Werry Darta Taifur, menilai perlu adanya krerativitas Pemerintah Daerah (Pemda) untuk membuka peluang-peluang mata pencaharian baru bagi masyarakat. Dengan langkah ini dinilai akan dapat mengurangi angka kemiskinan karena semua orang bisa bekerja.

“Rata-rata orang bekerja yang normal itu adalah delapan jam per harinya. Namun, tidak banyak yang melakukannya. Terutama bagi masyarakat yang tinggal di daerah pinggiran yang memang banyak waktu lowongnya,” papar mantan Rektor Unand ini.

Dengan banyaknya waktu lowong ini seharusnya pemda hadir dengan memberikan pekerjaan alternatif yang dapat digeluti. “Sehingga waktu mereka yang tadi banyak lowong bisa bisa diisi dengan bekerja yang nantinya akan meningkatkan pendapatan. Ketika pendapatan meningkat maka kesejahteraan juga akan naik,” pungkasnya.

Werry juga menyoroti bantuan yang diberikan pemerintah untuk masyarakat miskin yang selama ini bergulir. Menurutnya, ada dua tipe masyarakat miskin di Sumbar, yaitu orang tua dan janda. Ini adalah dua tipe yang banyak terdapat di Sumbar.

“Kalau untuk orang tua dan janda itu sah-sah saja diberikan bantuan apakah itu BLSM atau pun bantuan lainnya. Hanya saja khusus untuk anak muda yang masih kuat, itu bisa diberikan lowongan kerja. Agar nantinya mereka dapat menaikkan taraf hidupnya,” pungkasnya.

Werry juga melihat selama ini pemerintah lebih banyak berbicara dalam pengentasan kemiskinan pada tataran akibatnya. Seharusnya pemerintah telah harus melakukan identifikasi dari akar permasalahannya.

“Akar masalahnya berada pada pendapatan. Dan untuk menghasilkan pendapatan adalah peluang kerja. Jadi, ini yang seharusnya di perbanyak ke depan agar kemiskinan tidak malah terus bertambah dari tahun ke tahun,” ujarnya.

Sekretaris Komisi V DPRD Sumbar, Yuliarman menilai, pengentasan kemiskinan belum berjalan sesuai harapan karena sejauh ini provinsi ataupun kabupaten/kota masih banyak bertumpu pada anggaran pusat. Menurut dia, dalam persoalan ini harusnya daerah juga fokus mengurus masalah yang ada.

"Program pengentasan kemiskinan harusnya dijadikan fokus utama. Selama ini yang terlihat, belum ada gebrakan untuk itu dari pemerintah daerah," ucap Yuliarman kepada wartawan, Rabu (4/1), di Padang.

Anggota DPRD Sumbar dari Fraksi PPP ini menyebut, bicara kemiskinan akan erat kaitan dengan ekonomi, inflasi dan ketersedian lapangan kerja. Namun dalam implementasinya, ia berpandangan pemprov belum begitu mampu memecahkan beberapa masalah yang ada pada beberapa bidang tadi.

Ditambah lagi beberapa tahun terakhir provinsi sangat mengandalkan program hibah dan bansos untuk menekan angka kemiskinan. Sejak program hibah bansos tak boleh dianggarkan 2015 lalu ini juga mempengaruhi lonjakan penduduk miskin di Sumbar.

Sebelumnya, BPS Sumbar merilis jumlah penduduk miskin di Sumbar periode September 2016 mencapai 376.510 jiwa. Naik 4.995 jiwa dibandingkan Maret tahun yang sama. Data ini terangkum dalam situs resmi BPS, dengan link, https.sumbar.bps.go.id. (h/isr/len)


Sumber berita
Sumber Photo
read more

Kemanakah Hilangnya Budaya Ku ?

0 komentar
KEMANAKAH HILANGNYA BUDAYAKU ? 



Melihat foto dua gadis kecil di bawah ini (nomor 1), saya berdecak kagum. Natural dan sangat Indonesia sekali. Ingat foto RA Kartini kan? Nah, pakaian dan penampilan seperti itu sebagian dari wajah budaya Indonesia.

Lihat foto wanita Indonesia waktu doeloe, itupun sopan dan natural (nomor 2). Ataukah melihat itu langsung dianggap vulgar dan merangsang syahwatmu? Atau isi kepalamu hanya daerah selangkangan saja. 😂😎

Sekarang tampak aneh di sebagian daerah yang sedang wabah mengadopsi budaya lain ke Indonesia dan mengatakan dirinya lebih Islami.
Ataukah mereka menganggap kalau Indonesia baru menganut Islam sejak era reformasi 1998?? (Nomor 3).
Lihatlah, malah pakaian adat kita dikagumi oleh mancanegara. Kita sendiri meninggalkannya. 😵😒😒

Raja arabpun tak mau dikelilingi wanita pakai burqa/nikab untuk pramugarinya. (Nomor 4).

Akan hilangkan budayaku Indonesia yang demikian beragam dan Indah padahal bukan begitu maksud diturunkan Agama Islam ini.

Ahh, entahlah... Semoga semakin banyak yang menyadari kalau turunnya Islam bukan mengganti budaya serta adat istiadat yang baik, tapi untuk MEMPERBAIKI AKHLAK MENJADI MULIA.

sumber Photo 
read more

Jumat, 24 Februari 2017

0 komentar

read more
0 komentar

read more
0 komentar

read more
0 komentar

read more